Wednesday, May 27, 2009
'The Last Samurai' dan Islam Moderat
Dalam sepekan ini chanel TV MBC telah dua kali memutar film The Last Samurai (dirilis tahun 2003 silam). Puluhan kali menonton film ini tidak lantas membuat saya bosan. Bukan hanya karna dulu saya menonton pemutaran perdananya di bioskop dengan teman karib (yang pertamanya punya cita-cita ingin kuliah ke Azhar juga tapi akhirnya berbeda orientasi dan lebih tertarik menjadi 'artis'), tapi juga karna film ini memang beda dan istimewa dikarnakan alur ceritanya yang selalu membuat penasaran, aksi-aksi yang menegangkan dan pesan film yang sangat mengena.

Film ini berlatarbelakang tahun 1876 di mana Jepang pada masa itu berada dalam masa transisi untuk lebih menerima westernisasi atau mempertahankan tradisinya. Saat pemimpin mulai mengganti alat perang tradisional dengan alat berat, jalan-jalan mulai dipenuhi orang-orang dengan baju ala Barat, di sana ada satu kelompok (samurai) yang dengan kokoh mempertahankan tradisinya dan rela membayarnya dengan nyawa. Mereka mulai melakukan pemberontakan. Benturan antara 'pemuja Barat' dan pemegang teguh tradisi pun tak bisa lagi dihindari.

Kasimoto (Ben Watanabe), pemimpin kelompok samurai pemberontak ini berkeyakinan bahwa pemberontakan yang dilakukannya itu adalah juga bentuk pengabdiannya terhadap kaisar (emperior) agar kekaisaran tidak dirasuki kepentingan-kepentingan asing; satu sikap yang juga dilakukan pendahu-pendalunya selama lebih dari 900 tahun yang menjadi samurai (pengabdi) bagi (ke)kaisar(an).

Dalam satu pertempuran, ia menangkap Nathan Algren (Tom Cruise), seorang jendral Amerika yang disewa kekaisaran untuk melatih tentara Jepang menggunakan alat-alat modern. Tahanan itulah nanti yang akan menyampaikan pesan sang samurai pada kaisar setelah dia mati dengan terhormat di medan perang dengan 500 samurai terakhir lainnya.

Latar belakang Jepang dalam film ini saya kira tidak jauh beda dengan apa yang umat islam hadapi masa kini. Benturan-benturan pemikiran untuk mempertahankan tradisi (turats) ataukah menerima nilai-nilai asing masih (dan akan) terus terjadi. Sebagian berpendapat bahwa sudah menjadi keharusan adalah membuang tradisi yang menerima nilai baru yang lebih baik kalau kita tidak mau terus lekang dalam ketertinggalan. Bagi golongan ini, tradisi adalah penyebab mundurnya peradaban islam.
Sebagian yang lain baersikukuh bahwa menerima danh menerapkan nilai baru dan asing yang tidak ada pijakannya dalam tradisi (Islam) adalah penghianatan.
Sedangkan kelompok moderat berkeyakinan bahwa kebajikan ada di masing-masing, tradisi dan nilai-nilai baru tersebut. Kelompok ini mengambil hikmah dari semua 'nilai-nilai', menyerapnya dengan kritis dan mengadopsinya bila terdapat kemaslahatan di sana. Bukankah hikmah adalah milik umat muslim yang wajib diambil di manapun mereka menemukannya?, argumen mereka.

Harus diakui, kelompok dengan pola pikir moderat inilah yang paling menentramkan hati. Maka itu tidak mengherankan, kelompok dengan pola pikir jenis inilah yang menjadi 'jumhur' umat islam meski mereka tidak sepenuhnya sepakat tentang standar kemoderatan itu sendiri. Mereka berkeyakinan islam itu tidak baru dan juga tidak lama, tidak Barat bukan pula Timur (la syarqiyyah wala ghorbiyyah).

Pesan film ini semakin terasa kuat ketika kaisar berkomentar setelah membaca pesan Kasimoto yang ia tulis di pedangnya(Kaisar pernah menolak pemberian pedang dari Kasimoto itu sebelumnya karna dia lebih mendengarkan penasehat-penasehat 'Barat'nya dari pada anak bangsanya sendiri). Pesan dalam pedang itu bertuliskan ' Aku adalah milik orang yang menggabungkan dua kekuatan untuk kemajuan: kekuatan lama (tradisi) dan baru (kemoderenan)'. Sangat terbaca jelas bahwa kasimoto sebagai penerus dari pengabdi kekaisaran tidak rela Jepang melupakan asal sejatinya meskipun sudah mengalami banyak kemajuan. Demi membaca 'wasiat' dari samurai terakhir itu kaisar menangis sambil berkata 'Seperti apapun kemajuan yang kita capai, kita tidak boleh melupakan identitas sejati kita'!

Kata itu mengingatkan saya pada kaedah yang masyhur kita kenal, berpegang teguh pada masa lalu yang baik serta mengambil dari masa kini yang lebih baik'.

Kemiripan sejarah pertentangan tradisi dan modernisme antar islam dan Jepang ini seharusnya menjadi pemicu bagi umat islam untuk bisa mencapai kemajuan seperti yang Jepang kecap sekarang; mengulang sejarah masa lalu di mana islam pernah menjadi kekuatan ekonomi dan militer tak tertandingi di muka bumi. (Mengambil istilah orientalis Yahudi, Bernad Luwis) dan bukan malah menolak kemajuan. Apa lagi melegitimasi sikap islam anti kemoderenan itu dengan teks-teks agama yang ditafsirkan secara sempit dan harfiah. Wallahu a'lam bisshowab.


Syarofiah Jedah, Mei '09
posted by Syaifullah Rizal Ahmad @ 4:20 PM   0 comments
Saturday, May 16, 2009
KEBERADAN
Tak ada yang lebih menyakitkan dari pada melangkah dalam keraguan.
Dulu, laki-laki tegar penuh ambisi itu berjalan ke barat dengan mata binar penuh nafsu.
Pada penguasa-penguasa berjenggot panjang itu dia biasa teriak, ' Aku lelah menjadi budak teks yg selalu kau jejalkan padaku dengan standar pemahamanmu.
Aku punya pemahamanku sendiri. Kau 'laki-laki' aku juga 'laki-laki'.!

Hidup yang keras menempa wataknya menjadi pemberontak
Entah sampai batas waktu kapan?!
Waktu terulur tanpa ada satu kuasapun mampu menariknya kembali
Barat telah usai timur menjadi harapan
Saatnya memberi perubahan di hidup yang memang selalu harus berubah
Dia terhentak ketika tak terelak angin takdir membawanya menghirup angin pengap kejumudan
Bau anyir campuran ramuan teologi di tangan kanan dan kekuasaan di tangan sebelahnya.
Persenggamaan ideology dengan kesakralan agama yg membuatnya seakan 'kedap dosa'
Huh…! Menjijikkan!
Bawa dia pergi dari sana.. beri dia sedikit ruang tuk bernafas
Hidup terlalu pendek untuk ditinggalkan tanpa memberi kesalehan pada yang datang kemudian
Dia bukan pemuja perang yang biasa menukar darah untuk minyak
Bukan juga penganut zionisme yang tak kan bisa diterima kemanusiaan karma tidak punya sisi kemanusiaan
Dia hanya ingin hidup, menyayang, disayang,
Berguna tuk kemanusiaan, dikenang……..

Syarofiah Jedah,
posted by Syaifullah Rizal Ahmad @ 6:42 PM   0 comments
About Me


Name: Syaifullah Rizal Ahmad
Home: Nasr City, Cairo, Egypt
About Me:
See my complete profile

Previous Post
Archives
Links
Your Comment