Tuesday, August 10, 2010
PUASA, TELEVISI DAN JUALAN ‘ISLAMI’
Ramadlan kembali menyapa kita. Kita termasuk hamba yang beruntung karna berkesempatan lagi ada di bulan suci yang penuh rahmah (cinta) dan maghfirah (ampunan) ini. Suasana akan segera berubah total mulai dari jadwal makan, membaca, jam tidur, belajar dan bekerja. Semua orang akan berlomba mendekatkan diri pada Pencipta di bulan suci istimewa ini dengan bacaan-bacaan dan amal shaleh. Jalan-jalan akan ramai dengan lampu-lampu hias, anak-anak kecil yang bermain petasan dan kembang api, mesjid dan surau akan banyak dikunjungi orang untuk shalat berjama’ah, taraweh dan tadarus Qur’an. Tidak ketinggalan juga, status, komentar dan trand topik di situs-situs jejaring sosial akan penuh sesak dengan pesan-pesan yang mengajak pada keikhlasan, keshalehan dan permintaan maaf dari jutaan penggunanya.

Bagi pengusaha hiburan malam, bulan puasa merupakan bulan yang menakutkan. Di bulan ini mereka terpaksa harus ‘berpuasa’ dari penghasilan yang melimpah seperti yang biasa mereka dapatkan dari alkohol dan gerakan-gerakan ‘nakal’ wanita. Mereka harus tunduk pada peraturan dan ‘tekanan’ kalau tidak ingin tempat usahanya diobrak-abrik orang-orang yang siap melakukan apa saja –meskipun itu anarkis- demi menghormati bulan suci.

Tapi bagi pengusaha tayangan hiburan (TV) bulan puasa akan benar-benar menjadi bulan penuh ‘berkah’. Hanya dengan menambahkan kata ‘islami’ di belakang nama acaranya, memoles studionya dengan gambar onta dan padang pasir serta dengan tambahan musik-musik pengiring khas Arab, mereka akan mendapatkan rating tinggi dan budget besar dari sponsor. Tak lupa dengan memaikaikan peci dan koko bagi presenter laki-laki dan jilbab (kerudung) bagi presenter perempuan, tayangan akan langsung mendapat respon positif dari masyarakat yang sedang berpuasa karna dinilai sesuai dengan momentum dan semangat ramadlan yang ‘islami’.

Dua puluh empat jam kita akan disuguhi tayangan ‘islami’ selama ramadlan, mulai dari film, sinetron, tausiah ustadz, acara pengajian, acara musik, humor, wawancara ekslusive dengan artis dan juga kuis.
Tidak perlu cerita-cerita bermutu bagi sinetron untuk mendapatkan banyak penonton di bulan suci, cukup dengan cerita yang pas-pasan (kadang menggelikan), banyak mendramatisir cerita kesedihan yang mengundang rasa iba dan dengan ending tausiyah dari seorang ustadz bersorban dan berjubah putih, penonton akan terkesima dan menilainya sebagai sinetron ‘islami’. Begitu juga di acara musik, tiba-tiba masyarakat akan menganggapnya sebagai acara musik ‘islami’ kalau penyanyinya memakai peci, koko, sorban yang dililitkan di leher dengan background studio yang bergambar onta dan padang pasir. Sepertinya insan pertelevisian kita banyak beranggapan bahwa sorban, padang pasir dan onta adalah ‘ikon’ islam bukan ikon Arab (islami bukan Arabi).

Di sore hari dalam acara wawancara ekslusive artis, kita akan melihat betapa ‘islami’nya kehidupan artis kita dalam kesehariannya. Biasanya tayangan dimulai sejak artis itu bangun tidur, memasak, berbuka puasa dengan keluarga, shalat taraweh sampai shalat tahajud, semuanya diekspos seakan tanpa cela meskipun kadang artis yang sedang diliput itu adalah artis yang sering mempertontonkan pornoaksi dalam setiap acaranya di luar Ramadlan.

Untuk menunggu waktu sahur, kita biasanya disuguhi acara ‘kuis islami’(sekali lagi karna presenternya memakai peci, koko dan jilbab serta pertanyaannya seputar dunia islam). Si presenter biasanya memberikan pertanyaan super mudah (tidak jauh beda dengan pertanyaan anak TK, semisal, di mana Nabi Muhammad dilahirkan? Apa nama kitab suci umat islam dan semisalnya). Pemirsa diminta mengirimkan jawaban lewat pesan singkat (sms) dengan biaya beberapa rupiah sekali kirim. Tampaknya mereka faham sekali berapa juta jumlah penduduk muslim di indonesia. Kalau dua juta sms saja yang masuk ke studio, berapa rupiah yang mereka akan raup dengan satu pertanyaan ‘islami’ itu hanya dengan iming-iming hadiah 1 juta rupiah. Benar-benar bisnis yang menggiurkan!

Walau bagaimanapun, semua orang berhak mengekspresikan kecintaannya pada bulan penuh ‘berkah’ ini dengan masing-masing cara dan niatnya. Mari mulai dari diri sendiri mengikhlaskan hati, memperbanyak kesalehan dan melatih kepekaan sosial untuk berbagi pada sesama seperti pesan inti ibadah puasa itu sendiri. Kita semua tahu kesalehan dan ‘islami’ tidak ada di bentuk baju dan background studio, tidak juga ada di status-status dan foto-foto yang kita upload di situs jejaring sosial. Keikhlasan dan ‘islami’ jauh melampaui semua ‘bentuk-bentuk’ itu.

Selamat menunaikan ibadah puasa. Semoga ibadah ritual ini lebih bisa merangsang kita untuk beribadah sosial. Kullu sanah wa antum bi khair. Taqabbalallah shiyamakum wa qiyamakum…..

Saqqr Quraisy, Cairo
awal Ramadlan 1431: 11 Agustus 2010
posted by Syaifullah Rizal Ahmad @ 3:55 PM  
0 Comments:
Post a Comment
<< Home
 
About Me


Name: Syaifullah Rizal Ahmad
Home: Nasr City, Cairo, Egypt
About Me:
See my complete profile

Previous Post
Archives
Links
Your Comment