Wednesday, April 2, 2008
Rosida dan Martabat Bangsa
Namanya Rosida. Saya baru mengenalnya beberapa bulan lalu. Sebenarnya dia sudah bekerja sebagai TKW di Mesir sekitar 4 tahun yang lalu. Tapi dia baru tahu bahwa di Mesir juga banyak orang Indonesia setelah kenal dengan saya. Secara kebetulan dia melihat wajah orang Asia di saat diajak oleh majikannya menghadiri pesta pernikahan kerabatnya, Rosida langsung mengajaknya kenalan. Dia merasa senang sekali karna merasa tidak sendirian di negeri Firaun. Orang Indonesia yang ternyata masisir (mahasiswa al-Azhar Mesir) dari Aceh itu segera memberikan nomor telpon saya pada Rosida karna dia ingin bertemu orang Madura. Sejak saat itu kami menjadi akrab. Dia sering menelpon saya biarpun hanya sekedar untuk curhat tentang keluarganya di kampung yang sedang panen jagung, tentang kakak perempuannya yang bercerai gara-gara suaminya ‘jahat’ dan sekarang bekerja di Malaysia tapi sekarang sudah sukses dan menikah lagi dengan orang ‘baik-baik’, tentang bekas pacarnya yang sampai sekarang belum menikah karna mau menunggunya pulang, tentang bapaknya yang kawin cerai 6 kali sepeninggal ibunya dan lain-lain.

Rosida sudah malang melintang di dunia per-TKW-an sejak berumur 18 tahun hingga sekarang hampr genap beumur 30 tahun. Sebelum bekerja di Mesir, dia pernah bekerja di negeri ‘syurga’ TKW, Arab Saudi selama 6 tahun. Tapi akhirnya dia kabur dari rumah majikannya karna sering digoda untuk berbuat mesum oleh majikan laki-lakinya dengan iming-iming akan dikasih mobil dengan syarat Rosida tidak menceritakan ketidaksenonohan majikan laki-lakinya itu pada istrinya.

Seperti kebanyakan TKW yang ‘diekspor’ oleh Indonesia, Rosida bisa dibilang tenaga kerja yang nekat. Dia sama sekali tidak punya keterampilan khusus. Pendidikan terakhirnya hanya SD, pengetahuannya tentang ‘alam luar’ minim dan bahasa Indonesianya tidak lancer, pun juga dia sangat lugu dan polos. Saat berbicara dia sering membuat kesalahan yang sangat kentara. Misalnya dia sering mengatakan ‘eslas’ padahal maksudnya ikhlas, ‘eskol’ untuk bilang missed call, sekolah ‘asnawiyyah’ untuk sekolah Tsanawiyyah, dan banyak lagi kesalahan istilah dan pengucapan yang mencerminkan rendah tingkat pengetahuannya. Meskipun begitu, dia punya sifat rendah hati,sopan dan baik hati. Kalau kebetulan saya main ke rumahnya, tidak jarang dia mengeluarkan uang ratusan pound untuk membelikan saya oleh-oleh atau dengan bahasa dia, ‘ tanda rasa senang karna bertemu saudara di negeri orang’.

Adalah kenyataan kalau Indonesia adalah negeri pengekspor TKI/TKW terbesar di muka bumi. Rosida hanyalah satu dari sekian juta tenaga kerja ‘produk khas Indonesia’ itu. Sebenarnya bekerja di negeri orang tanpa keahlian dan keterampilan khusus bukan tidak mendatangkan masalah. Berita tentang TKI/TKW kita yang disiksa majikan, tidak dibayar gaji selama berbulan-bulan sampai ada yang mati (dibunuh?) sudah bukan warta asing di media massa kita. Sebutlah contoh di Malaysia, kasus Nirmala Bonat asal NTT atau Kunarsih yang disiksa majikanya hingga tewas. Di Arab Saudi, dua TKW bernama Tarwiyah (Ngawi) dan Susmiati (Pati) disiksa sampai tewas oleh polisi Saudi karna dituduh melakukan ritual sihir. Dua TKW itu dituduh menyihir karna menyimpan rambut mereka yang rontok saat mereka datang bulan seperti tradisi wanita Indonesia umumnya. (jawapos, 10 Oktober 2007)

Yang lebih menyedihkan lagi yang terjadi di Hong kong, cerita tentang TKW Indonesia yang dipekerjakan layaknya budak tanpa istirahat (sebenarnya kontrak kerja mereka adalah pembantu rumah tangga tapi mereka dipekerjakan di toko sang majikan), ada pula TKW yang sampai melahirkan di depan toilet umum karna cowok yang menghamilinya lari sehingga dia terpaksa hidup ‘numpang’. Dalam keadaan hamil tua dia tidur di taman-taman hingga akhirnya melahirkan tanpa bidan yang membantunya. (Republika, 8 September ’07)

Banyaknya kasus penyiksaan dan pembunuhan para TKW/TKI itu mengindikasikan rendahnya orang lain memandang bangsa kita. Mereka tidak memandang penting negeri kita sebagai negeri besar dan bermartabat. Bangsa-bangsa dunia lebih mengenal kita sebagai bangsa miskin dengan kwalitas SDM dan pendidikan jauh di bawah standard.

Keyataan di atas sepatutnya disadari oleh semua elemen masyrakat pun juga oleh elit birokratnya. Perlakuan yang sudah di luar standard nilai kemanusiaan itu tidak boleh dibiarkan begitu saja. Dalam hal ini kita diharuskan bersikap tegas hingga bangsa lain tidak selalu memandang kita sebelah mata.

Hanya ada satu cara untuk mendongkrak posisi bangsa besar ini menjadi lebih bemartabat; memberi perhatian lebih pada tingkat dan mutu pendidikan dengan dibarengi oleh pengembangan perekonomian serta pemerataannya. Dalam hal ini tidak ada salahnya kita mengambil pelajaran dari negeri jiran, Malaysia. Mereka lebih belakangan mendapatkan kemerdekaan daripada kita tapi sekarang sudah dapat menikmati kemakmurannya. Pada era 50-an kita mengekspor guru-guru terbaik kita ke sana untuk membantu memajukan pendidikan di negeri itu meskipun sekarang kita malah mengekspor tenaga kerja yang bejibun mengadu nasib di sana. Ini mengindikasikan kita memang tidak serius (tidak becus?) mengisi kemerdekaan.

Sebagai pemegang kebijakan, pemerintah seharusnya memberi anggaran lebih untuk pendidikan Serta menyediakan lapangan kerja yang cukup untuk masyarakat. Jika kita bisa meningkatkan keilmuan anak bangsa secara keseluruhan, menghilangkan tuna-ilmu dan tuna-teknologi dari anak negeri ini, menghapus stagnasi dalam upaya memajukan bangsa ini, menghilangkan praktek korupsi pejabat yang menggerogoti jantung bangsa ini, kita tidak akan kehilangan wibawa lagi dalam percaturan politik dunia. Dunia akan memandang penting Indonesia dan bangsa ini akan menjadi lebih bermartabat di depan forum dunia.


Tajamu’ Khomis New Cairo, 22 Maret 2008

posted by Syaifullah Rizal Ahmad @ 2:22 PM  
1 Comments:
  • At July 19, 2010 at 8:47 AM, Blogger Unknown said…

    Indonesia adlh ngra besar...seluruh dunia mengakui hal itu...
    tp jika diumpmkan sorg bocah, Indonesia adlh seorang bocah yg besar badannya tapi kecil nyalix,,kecil kemauanx,,kecil rasa malux,,kecil keilmuanx,,dll...
    bangsa ini terlalu gengsi untuk mengakui sebuah kslahn,,
    sorg pjbt yg blum korupsi maka dianggab tabu dinegri ini,,,,
    its Indonesia....
    tp jg ada para pejuang2 kita yg benr2 mengmban amanhx u mamjukan negri ini...
    tp godaan bgtu byk dihdpn mereka....

     
Post a Comment
<< Home
 
About Me


Name: Syaifullah Rizal Ahmad
Home: Nasr City, Cairo, Egypt
About Me:
See my complete profile

Previous Post
Archives
Links
Your Comment